MENINJAU USIA KOMUNI PERTAMA oleh JACOBUS TARIGAN Pr

Dikutip dari rubrik Mimbar, halaman 42, Majalah Hidup edisi 11 September 2011

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kesehatan anak hendaknya diperhatikan pada saat usia balita, bahkan sejak dalam kandungan. Dengan begitu, anak mengalami cinta dari orangtuanya. Anak balita tidak tahu dan tidak bertanya, untuk apa ia diberi ASI dan kasih sayang. Demikian juga ketika anak balita dibaptis, ia tidak bertanya.

Sakramen Baptis, Komuni dan Penguatan merupakan Sakramen Inisiasi. Mengapa Komuni Pertama  harus menunggu sampai anak duduk di SD kelas IV, V dan seterusnya? Sejarah Gereja mencatat bahwa pada awalnya, Komuni Pertaamapun diberikan kepada bayi usia menyusui. Anak yang dibaptis langsung saja menerima Komuni Pertama.
"Biarkan anak-anak itu datang kepadaKu, jangan halang-halangi mereka, sebab orang-orang seperti inilah yang memiliki Kerajaan Allah" (Markus 10:14).

Inspirasi Alkitabiah ini mendorong  Paus Pius X (1835-1914) menerbitkan dokumen "Quam Singulari" (Betapa Istimewanya), pada 8 Agusttus 1910. Maksud dokumen ini adalah memberi kesempatan sedini mungkin bagi anak-anak yang telah dibaptis untuk mengalami anugerah Sakramen Pengampunan dan Komuni Pertama pada usia akal budi, yaitu ketika berumur sekitar tujuh tahun.
Bahkan Paus PIus X mengajurkan agar anak-anak kecil juga menerima komuni setiap hari. Dokumen ini mengingatkan kita bahwa daya kekuatan Allah juga berkarya dalam hidup seorang anak, walaupun ia kurang menyadarinya, "Takut akan Tuhan ialah permulaan pengetahuan" (Ams, 1:7 bdk Sir.1:14).

Membuka arsip beberapa paroki di Indonesia, ternyata pada tahun 1950-an bahkan sebelumnya, Komuni Pertama diberikan kepada anak usia kelas satu dan kelas dua Sekolah Rakyat (sekarang Sekoah Dasar).  Bahkan para misionaris memberikan komuni kepada umat buta huruf, dengan sedikit penjelasan saja. Disadari sungguh bahwa pada dasarnya manusia beriman itu membuka diri bagi misteri yang mendatanginya melalui wahyu dan itulah pengertian sejati. Walaupun manusia itu mencari kebenaran melalui akal budi, tetapi kebenaram sejati dan mendalam disinari oleh iman.
"Iman mempertajam pengelihatan batin, sambil membuka budi untuk menemukan karya Penyelenggaraan Ilahi dalam arus peristiwa-peristiwa . Di situlah kata-kata Kitab Amsal tepat sekali: Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya" (Ams. 16:19) (Fidei et Ratio, no.16).

Mengapa dewasa ini di banyak paroki, usia Komuni Pertama dan Pengakuan Pertama ditunda sampai anak berada di kelas IV atau V atau bahkan kelas VI dan SMP kelas I, II dan III? Bukankah kita sudah terjebak dalam rasionalisme Aufklarung (pencerahan) yang mendewakan Ilmu Pengetahuan, bahkan Ilmu Pengetahuan empiris positivistis.
Semuanya dinilai secara matematis-statistik. Seolah-olah pengetahuan iman kita bisa dikursuskan, diseminarkan, diceramahkan dan diindoktrinasi. Seolah-olah penghayatan iman bisa diukur dari pengetahuan yang ditulis dalam buku Panduan Komuni Pertama. Kita lebih cenderung menekankan "intellige ut credas" (saya mengerti supaya percaya) dan mengabaikan "crede ut intelligas" (saya percaya supaya mengerti). Padahal St. Agustinus menegaskan sintesi iman dan rasio.

Komuni Pertama hendaknya menjadi perayaan iman keluarga. Orangtua bertanggungjawab atas pendidikan iman anak. Para katekis di sekolah hanya membantu, tetapi tidak menjadi hakim yang memutuskan lulus tes masuk Komuni Pertama.
Usia tujuh tahun boleh dinilai telah mencapai usia akal budi. Maka Komuni Pertama sebaiknya diadakan pada kelas I atau II SD. Walaupun pengetahuan anak tentang Ekaristi secukupnya saja bahkan kurang, kita yakin:daya kekuatan Sakramen Ekaristi dan Pengampunan dalam hidup manusia lebih dari kesadaran dan pengetahuannya."

Penulis (Jacobus Tarigan Pr) adalah Pengurus Inti Komisi Liturgi Konferensi Wali Gereja Indonesia.


selengkapnya silakan klik:
http://www.hidupkatolik.com/2011/10/20/komuni-pertama-sebaiknya-diterimakan-pada-anak-kelas-1-atau-2-sd

http://www.hidupkatolik.com/2012/08/30/bernardus-boli-ujan-svd-jalan-panggilan-berliku

No comments: